Tgl : 30 Agustus 2016
Aku pikir, perbedaan kasta itu hanya ada di dalam sinetron tak
masuk akal.
Aku kira, derajat seseorang itu hanya berlaku didalam
drama-drama korea yang digilai oleh remaja saat ini.
Seperti aku, yang tak pernah percaya tentang perbedaan
status di dunia nyata.
Yang aku lihat kita semua sama. Hidup dengan makanan yang
sama. Bersujud dengan Tuhan yang sama.
Aku selalu berpikir bahwa semua orang di dunia ini sama.
Disana yang bergelimang harta akan sujud pada-Nya. Disana
yang berkecukupan akan bersujud pada-Nya. Dan disana yang kekurangan juga
bersujud pada-Nya.
Tapi ternyata aku salah. Pikiranku memang benar, tapi aku
salah diperkara lain. Mereka tetap sujud di jalan yang sama. Tapi pikiran
mereka berbeda dengan pikiran mereka yang lain.
Kamu tahu aku hanya anak dari tukang penjual gorengan di
pinggir sekolah. Aku juga tahu kamu anak dari salah satu presdir di perusahaan
terbesar di negara ini. Tapi tak ada perbedaan kita saat kita duduk didalam
kelas untuk menerima pelajaran. Aku melihatmu dekat. Tidak ada perbedaan yang
memisahkan kita begitu juga teman-temanku yang lain.
Kemudian ku melihatmu masuk ke rumah-Nya dengan wajah bersih
karena wudhu. Kamu juga tahu aku mengenakan jilbab putih yang panjang menutup
seluruh bagian auratku. Aku tahu kita bersujud di jalan yang sama, Tuhan kita
pun sama. Kamu pun tahu itu.
Aku berpikir lagi, lagi, lagi. Apakah kita punya perbedaan ?
Semakin ku melihatmu, aku merasa semakin ingin aku
menyentuhmu.
Kamu tersenyum dengan ramah saat menoleh kearahku.
Apakah kita punya perbedaan ?
Aku semakin ingin menyentuhmu.
Kamu menyapaku, saat kita berpapasan dijalan.
Apakah kita punya perbedaan ?
Aku semakin ingin memelukmu.
.
.
.
.
Apakah kita punya perbedaan ?
.
.
.
.
Aku menyukaimu.
Sialnya kasta itu ada.
Sialnya derajat seseorang harus ada.
Sialnya status itu berlaku.
Bajumu selalu bersih dan wangi.
Rambutmu selalu rapi.
Jam tangan dan sepatumu bagus.
Dan mobil mewah yang setiap hari selalu dicuci mengkilap.
Apa lagi yang kurang darimu. Jelaslah tampak untukku
perbedaan yang nyata. Orang lain pun tahu.
Ketika itu ibumu datang dengan mobil yang ukurannya seperti
rumah petakku.
Kamu saat itu berbicara didepanku sambil memberikan senyuman
ramah nan indahmu.
Saat itu juga aku terlalu jauh menikmati perasaan bahagiaku
menatapmu. Tak ada pertanyaan aneh itu lagi. Tidak ada. Semua kuanggap lenyap
ketika kamu berdiri dihadapanku saat itu.
Lalu ibumu datang melambaikan tangannya yang bersih dan
cantik. Saat itu kamu tersenyum lebar menyambutnya. Kemudian kamu kembali
mengenalkan aku pada ibumu.
Aku tersenyum ramah. Ku ingin memberikan senyuman terbaikku
untuk wanita luar biasa yang telah melahirkan seseorang yang membuat hatiku
hangat. Aku ingin memberikan yang terbaik untuknya.
Namun, kurasa saat itu aku telah melakukan kesalahan besar.
Baju yang kugunakan sudah lusuh.
Rambutku basah karena keringat dari menggoreng bakwan tadi
pagi.
Sepatuku kotor karena belum kucuci seminggu ini.
Dan lagi, aku tidak punya uang membeli parfum baru.
Aku telah membuat kesalahan besar. Aku telah membuat ibunya
marah. Aku rasa aku telah terlalu jauh bertindak. Aku rasa aku..lupa dengan
siapa diriku dan siapa dirinya. Aku salah.
Aku melihat ibunya yang berjalan penuh keanggunan.
Melewatiku dengan wajah aneh serasa aku ini hewan kotor. Aku bisa mencium wangi
tubuhnya yang mengalahkan bau bekas gorengan dibajuku. Hahaha, aku tertawa geli
pada diriku sendiri. Ini parfumku, kenapa aku baru menyadarinya.
Ku lihat dia yang beralih menatap ke arahku lagi. Aku
tersenyum kaku.
Ibunya menariknya pergi dari tempatku. Ya, ini bukan
tempatnya harus berada, ini adalah tempat dimana aku berada.
Apa yang aku lakukan? Masih tersenyum kaku padanya. Aku
benar-benar kehilangan pikiranku. Aku tersenyum padanya untuk menunjukkan bahwa
aku tidak apa-apa. Ya, benar. Aku tidak apa-apa. Aku... benar-benar tidak
apa-apa, karena begitulah sebenarnya aku.
Bukankah aku terlalu egois karena aku ingin dekat denganmu?
Bukankah terlalu egois karena ingin menyentuhmu?
Bahkan aku terlalu egois karena ingin memelukmu?
Aku sangat-sangat egois karena beranggapan kita sama.
Kamu bagaikan bintang yang jauh diatas sana. Aku hanya bisa
melihatmu dari sini. Bersinar terang begitu indahnya. Aku tidak bisa
menggapaimu. Aku hanya bisa melihatmu dari sini. Tempat yang tidak bisa kamu
lihat dari atas sana. Yang tidak pernah berkilau sedikitpun, karena aku tidak
memiliki kemampuan itu. Itulah aku.
Lalu aku akan bertanya lagi,
Apakah kita punya perbedaan ?
Kali ini jawabannya adalah,
Ya. Perbadaan yang begitu jauh.
Oleh sebab itu, ijinkan aku
mengagumimu. Aku tidak akan mengharapkan lebih. Akan ku jadikan kamu
bintangku, yang selalu bisa aku lihat dan akan selalu indah disana.
Aku menyukai, bintangku, sampai kapan pun itu.