Tgl : 14 Agus 2015
Inilah perjalananku.
Dua bulan yang lalu, aku dikenalkan pada mereka. Suatu
kelompok kecil untuk acara perkenalan fakultas.
Awalnya aku takut. Aku tidak berani bahkan walau hanya
menyebutkan namaku. Aku takut membuka diri pada orang baru. Itu kelemahanku.
Hari keduanya kita dikumpulkan kembali oleh ketua kelompok.
Yah, saling berkenalan lagi. Aku mengenal mereka sebatas nama. Aku
memperhatikan, aku melihat setiap gaya dan perilaku mereka. Aku rasa aku bisa
mengenal mereka saat itu. Hanya dan memerhatikan, apa itu salah? Yah, menurutku
itu salah. Kemudian, tiba-tiba saja aku ditunjuk sebegai sekertaris kelompok.
Itu bukan gayaku. Apalagi itu bukan keahlianku. Tapi mau apa lagi. Aku hanya
ditunjuk. Hati kecilku takut dan bergetar. Aku benar tidak berani.
"Ya" ucapan itu keluar begitu saja. Dalam
pikiranku, kapan aku bisa melawan rasa takut itu jika bukan sekarang? Aku harus
bisa membuka mulut dan lebih banyak berbicara didepan umum.
Hari ketiga pertemuan. Aku jelas bisa melihat mereka lebih
dekat. Dan aku mengenal mereka. Itu menyenangkan saat aku bisa diberi
kesempatan berbicara lebih banyak diposisiku. Tentu dengan melawan ketakutan
itu.
Aku tentunya tidak bisa menyebut mereka dengan karakter
mereka satu per satu. Tapi aku mungkin bisa menyebutnya sedikit. Ada diantara
mereka yang begitu diam tanpa banyak bicara. Ada yang begitu heboh, dan tidak
pernah bisa diam. Tapi jika tidak ada dia, kelompok kita tidak akan berwarna.
Ada juga seseorang yang begitu tegas dalam bicaranya. Ada juga yang begitu
halus, lembut, bahkan sering tidak terdengar perkataanya. Yah, di kelompok ini
seperti memiliki kepribadian yang bertolak belakang.Tapi, kita tersenyum dan
tertawa bersama. Kita kompak dan menjaga kebersamaan kelompok ini. Kita rela
meluangkan banyak waktu berhari-hari untuk kesolidan kita. Tanpa berpikir
tentang diri kita yang telah berkorban banyak ataupun menonjolkan keegoisan
masing-masing. Yang perlu kita tahu, bahwa kita adalah satu. Dan melihat salah
satu dari mereka seperti melihat diri kita sendiri. Itulah yang kita rasakan.
Kemudian, seseorang pun masuk dan bergabung dalam kelompok
kami. Anak baru. Tapi, kami menerimanya dengan hangat. Membuka tangan
lebar-lebar untuknya bergabung. Pertemuan-pertemuan selanjutnya dengan
kehadirannya bukanlah hal yang begitu spesial. Dia adalah bagian dari kita. Dan
seakan-akan dia telah hadir semenjak awal kita bertemu. Dia bukanlah orang
asing bagi kita.
Hari H pun semakin dekat. Hanya hitungan hari lagi. Kami
saling mengingatkan satu per satu. Menjaga kekompakan itu agar bisa terlihat
jelas dikelompok lain. Bisa aku rasakan bagaimana sifat asliku begitu nampak
hanya untuk memperhatikan mereka. (Maafkan aku).
Dan hari H pun tiba. Kami berusaha semampu kami. Tidak
membuat kesalahan dan tidak membebani anggota kelompok. Pagi-pagi buta kita
berkumpul di koridor kampus yang dingin. Aku tidak pernah kuat dengan angin
malam, dan saat itu bibirku mulai memutih. Aku kedinginan hingga bergetar
jari-jariku. Aku lemas dan jatuh terduduk. Tapi, tiba-tiba saja, seseorang
merangkulku. Sedikit memelukku dari samping. Aku tahu siapa dia, tapi tetap aku
ingin melihatnya dan memberikan senyum untuknya. Aku tidak apa-apa.
Tiga hari pun berjalan. Tiap pagi buta kita harus menunggu
di koridor yang sepi, duduk di lantai yang dingin, dan menunggu di lapangan
yang terbuka. Dan saat waktu sarapan tiba, kita saling berbagi makan. Sebungkus
berdua, atau bahkan bertiga. Cukup mengenyangkan walau harus melewati waktu
seharian. Menjelang sore, perut yang keroncongan membuat tawa diantara
kelelahan kami. Roti sebungkus rela dibagi rata. Air minum kadang ludes di
mulut mereka. Tapi kami tidak apa-apa.
Hari pertama, saat buku tugas kami dihancurkan. Sedih
memang. Kami membuatnya lebih dari lima hari. Membuang banyak waktu dan uang
juga untuk itu. Tapi kami langsung kembali bangkit. Kami berkumpul dan kembali
mengerjakannya. Yang kami ingat bahwa kami adalah satu. Maka dari itu, kami
bisa menyelesaikannya dalam waktu 2 jam lebih.
Hari H2. Hari yang paling berkesan untukku. Bukan, tapi
untuk kita semua. Hari disaat kita merasakan dan memerlukan kekompakan.
Berbagai permainan kelompok. Disitu kita merasakan kalah dan menang. Saat
menang, kita bisa merasakan kekompakan
dari kelompok kita. Dan saat kita kalah, kita merasakan bahwa, itu juga
merupakan kesalahan kita. Kita tidak bisa menyalahkan dia atau pun dia. Tapi,
masing-masing dari kami selalu mengucapkan kata maaf. Entah itu serius, kita
selalu mengatakan dan menganggapnya bercanda. Kita juga tahu itu.
Dan H3, hari istimewa dari dua hari yang sebelumnya. Kami
semua disambut oleh Kepala Dekan Fakultas. Disambut teriakan semangat dari
semua kakak-kakak panitia.
"Selamat datang di Fakultas Merah"
kemudian kami diiring menuju lapangan Rektorat dan berfoto
angkatan disana. Sungguh senang hatiku mengingat setiap geraknya. Kampus yang
tidak pernah aku bayangkan, dan fakultas yang tidak pernah diimpikan, juga
jurusan yang tidak pernah dibesitkan. Nyatanya aku disini. Itu adalah hal yang
luar biasa. Kalimat syukurlah yang tidak pernah lepas aku ucapkan hingga kini.
Hari H pun berakhir. Usaha kami pun tidak sia-sia. Kelompok
kami keluar sebagai juara kelompok terbaik. Selain itu juga sebagai juara-juara
yang lain. Bisakah kamu membayangkannya? Tidak, mungkin jika kamu mengikuti
perjalanan 2 bulan kami ini. Hanya dengan seorang kakak asuh, seorang ketua,
juga sekben. Kita bisa menggerakan dua puluh orang serta saling menjaga
kekompakan.
Pelajaran yang aku ambil, tidak terhitung. Disetiap
pertemuan kami, tidak pernah satupun yang tidak berkesan dan menjadi pelajaran
untukku.
Mungkin sedikit yang ingin aku sampaikan. Pertama, aku tidak
ingin lagi hanya berlaga mengenal mereka hanya dari melihat penampilannya.
Kemudian, ketakutanku. Jika aku terus bersembunyi, kapan aku bisa melawan
ketakutan itu. Bukankah waktu hanya terus berjalan dan menciptakan kesempatan,
lalu kenapa membuat kesempatan itu terlewat begitu saja?
Kemudian, tentang kekompakan. Bukan lagi bicara tentang
keegoisan atau sifat ketidakpedulian. Kita adalah satu dalam kelompok. Dia
adalah kita, kita adalah mereka. Jika dia harus jatuh, kita pun ikut jatuh
bersama. Tapi kemudian kita kan berpegang tangan lagi untuk bangkit bersama.
Bukan saling menunjuk atau menyalahkan. Aku harus menyukai mereka seperti
keluargaku sendiri. Walaupun aku tidak suka, aku akan berusaha menerimanya.
Begitu caraku memberi kekompakan di kelompok kita ini. Serta, saling membuka
dan mengulurkan tangan dari puncak sedang ke dataran yang paling bawah. Kita
akan membawanya bersama kita bukan membiarkannya dibawah kita. Itulah konsep
kita. Tidak, seperti itulah konsepku. Aku masih tidak tau konsep yang
dipikirkan ketua dan teman-temanku yang lain. Tapi mungkin ini sebagian kecil
yang bisa diterapkan untuk mencapai kekompakan.
Oh. Aku ingat ketika pertemuan di hari kedua. Setelah
perkenalan, dia berkata dengan lirih,
"Gue beruntung jadi anggota kelompok ini."
Kalimat yang meragukanku dan berusaha selalu aku abaikan. Di
hari pertemuan pertama, di hari saat kita benar-benar baru mengenalkan diri.
Aku penasaran dengan yang dia ucapkan ini. Namun, sekarang aku begitu ingin
mengatakannya. Aku ingin mengatakannya dengan suara tegas dan keras.
"Aku beruntung mendapat kelompok bersama kalian !"
Yah, aku beruntung mengenal kalian, aku beruntung bisa
bertemu kalian. Terimakasih buat semuanya. Tidak pernah aku lupakan dengan
mudahnya semua kebersamaan kita ini. Mari lanjutkan langkah kita. Semangat
dalam jurusan masing-masing. Dan sukseslah di masa depan ! Amiin.
Dan pada akhirnya, seorang kakak panitia berkata padaku.
"Kalian bukan lagi kompak, tapi kalian itu SOLID"
*Sahutan untuk Fakultas Teknologi
Thanks for Kak Syifa (Kakak pendamping), Sabilah Makhruf
(Ketua), Irfan, Ade, Taupiq, Lutfi, Tegar, Wildan, Ronald, Uwit, Yusuf, Ryan,
Billy, Adisti, Annisa, Lintang, Tia, Andini, Kiput, Veny. Kak Danang juga Kakak
pendamping kelompok kami.
#TechnoF2015
#MPF_Fateta
#FakultasMerah
#FakultasTeknologiPertanian
#FATETAsolid
#IPBogor